Ibu Hamil Keguguran Akibat Teror Debt Collector, Keluarga Desak Polisi Segera Tangkap Para Pelaku

KOTA TANGERANG, Deliksatu.com – Kasus mengerikan yang dialami oleh Erna Angelia, seorang warga Perumahan Green Lake City, Cipondoh, terus menjadi sorotan. Erna mengalami keguguran akibat teror yang dilakukan oleh puluhan debt collector, yang datang selama berhari-hari dengan tindakan intimidatif.

Tidak hanya menuntut pengembalian mobil BMW yang dicuri oleh debt collector, keluarga juga mendesak penegakan hukum yang tegas.

Peristiwa tragis ini terjadi pada Februari 2024, ketika Erna, yang sedang hamil tiga bulan, dikejutkan oleh kedatangan puluhan debt collector. Mereka datang dengan kasar, menggedor pintu rumah selama empat hari berturut-turut, berteriak-teriak dan menuntut penarikan mobil yang diduga terlambat satu bulan pembayarannya.

Akibat stres yang berlebihan, Erna akhirnya mengalami keguguran, meninggalkan trauma mendalam yang hingga kini masih dirasakannya.

“Saya tidak bisa melupakan ketakutan itu. Anak saya menangis ketakutan, dan saya sendiri sangat terguncang. Trauma ini masih ada hingga sekarang, apalagi saya harus kehilangan janin saya,” ungkap Erna dengan isak tangis, menceritakan bagaimana tekanan berulang kali menyebabkan kondisinya memburuk.

Suami Erna, Peter Budiman, juga angkat bicara terkait kejadian yang menimpa keluarganya. Menurut Peter, keterlambatan pembayaran mobil selama satu bulan bukanlah alasan yang bisa membenarkan tindakan brutal para debt collector tersebut. Ia merasa pihak leasing dan debt collector telah bertindak di luar batas.

“Kami hanya telat sebulan, dan rencana pembayaran sudah ada. Tapi mereka datang, meneror istri saya yang sedang hamil, bahkan mencuri mobil kami. Ini adalah tindakan yang tidak manusiawi!” kata Peter dengan penuh emosi.

Lebih jauh lagi, Peter mengungkapkan bahwa mereka telah melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan pencurian, tetapi merasa kecewa karena meskipun ada 10 tersangka yang sudah teridentifikasi, hingga kini mereka belum ditahan.

“Bagaimana mungkin mereka belum ditahan? Istri saya keguguran karena teror ini, tapi para pelaku masih bebas berkeliaran. Kami keluarga, minta polisi segera tangkap para pelaku debt colector itu, termasuk pejabat dari leasing yang seharusnya ikut bertanggung jawab,” lanjut Peter dengan nada kesal.

Peter dan keluarganya tidak hanya menuntut keadilan, tetapi juga menuntut pengembalian mobil BMW yang diambil secara paksa oleh para debt collector. Ia menegaskan bahwa mobil tersebut merupakan hak mereka dan harus segera dikembalikan.

“Kami tidak akan berhenti sampai mobil kami dikembalikan dan keadilan ditegakkan. Mereka telah menyebabkan luka yang sangat dalam pada keluarga kami,” tegas Peter.

Penyelidikan terhadap kasus ini masih berjalan, namun keputusan penyidik yang tidak menahan para tersangka menuai banyak kritik. Keluarga korban menilai bahwa para pelaku, termasuk pihak leasing, harus segera ditindak tegas dan dihukum sesuai undang-undang.

“Bagaimana mungkin pelaku pencurian dan teror semacam ini tidak ditahan? Ini jelas-jelas melanggar hukum. Pasal 363 tentang pencurian jelas menyebutkan hukuman di atas 5 tahun, yang artinya tidak boleh ada penangguhan penahanan. Tapi nyatanya, mereka masih bebas!” ujar Peter dengan penuh amarah.

Peter dan keluarganya menuntut transparansi penuh dalam proses hukum ini, dan berharap agar kasus ini tidak berlarut-larut tanpa penyelesaian. Mereka juga menyatakan bahwa semua pihak yang terlibat dalam gelar perkara harus bertanggung jawab dan diproses hukum.

“Kami mendesak agar para pelaku ini segera ditangkap dan ditahan. Hak kami sebagai korban harus dipenuhi, dan mobil kami yang dicuri harus segera dikembalikan. Jangan sampai ada main mata dalam kasus ini,” tambah Peter dengan nada penuh tuntutan.

Keluarga besar Erna dan Peter terus berjuang untuk mendapatkan keadilan yang mereka rasa telah diabaikan. Mereka berharap bahwa penegak hukum dapat segera mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku, sehingga peristiwa tragis yang mereka alami tidak berulang kepada keluarga lain.

Editor : Glend