Deliksatu.com, Serang, Banten – Memiliki harta fantastis, lima Kepala Dinas di Pemerintahan Provinsi Banten didesak untuk menyampaikan sumber pundi-pundi kekayaannya kepada masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai bentuk transparansi selaku pejabat publik.
Tanggung jawab ini, menurut Subandi Musbah, Direktur lembaga Visi Nusantara (sebuah lembaga studi dan kajian kebijakan publik) adalah bentuk komitmen pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten, bekerja secara profesional dan transparan.
“Memiliki harta fantastis hal yang lumrah. Namun, akan menjadi sorotan apabila dia seorang pejabat publik. Terlebih bila jika ada catatan,” ucapnya kepada wartawan, Sabtu,15 Februari 2025.
Seperti diketahui, berdasarkan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam laporan yang disampaikan pada 29 Februari 2024 untuk tahun 2023, Ati Pramudji Hastuti, Kepala Dinas Kesehatan, melaporkan harta kekayaan sebesar Rp 24 miliar tanpa utang. Asetnya terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp 19 miliar, harta bergerak senilai Rp 1,2 miliar, dan kas sebesar Rp 1,4 miliar.
Sementara itu, Arlan Marzan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, memiliki total kekayaan Rp 12 miliar setelah dikurangi utang Rp 147 juta. Asetnya meliputi bangunan dan tanah senilai Rp 10 miliar, serta harta bergerak dan surat berharga.
Rina Dewiyanti, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, tercatat memiliki harta sebesar Rp 8,7 miliar tanpa utang, yang terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp 8,4 miliar, serta harta bergerak dan kas.
Deden Apriandhi Hartawan, Sekretaris DPRD Provinsi Banten, memiliki total harta sebesar Rp 7,7 miliar, dengan aset tanah dan bangunan senilai Rp 3 miliar, serta alat transportasi senilai Rp 3,4 miliar.
Septo Kalnadi, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, memiliki total kekayaan Rp 5 miliar setelah dikurangi utang, dengan aset tanah dan bangunan senilai Rp 3,8 miliar serta alat transportasi.
Salah satu kepala dinas yang memiliki kekayaan fantastis yang disorot oleh Subandi adalah Kadinkes Banten, Ati Pramudji Hastuti, karena beredarnya pemberitaan di media massa dugaan terjadinya pungutan liar di Dinas Kesehatan Banten, tetapi sampai saat ini belum ada keterangan maupun klarifikasi ke pihak media.
“Semestinya Dinas Kesehatan Banten merespon pemberitaan tersebut secepat mungkin jika memang hal itu tidak terjadi, tapi nyatanya dibiarkan saja. Hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi publik, terlebih jika dikorelasikan dengan kekayaan kepala dinasnya,” katanya.
Dugaan pungli tersebut, lanjut dia, mengemuka ke publik dari pemberitaan adanya warga yang melaporkan ke kanal pengaduan ‘Kanal Lapor Mas Wapres’. “Hingga saat ini, belum ada keterangan maupun klarifikasi dari pihak Dinkes Banten. Padahal yang memuat pemberitaan tersebut tidak hanya satu media, ada beberapa media. Ini jadi tanda tanya besar,” tegasnya.
Oleh karena itu, Subandi mendesak tak hanya Dinkes Banten, tapi juga Badan Kepegawaian Daerah turut terbuka, sehingga publik mengetahui jika dugaan pungli tersebut sudah ditangani, siapa pelaku dan sanksi apa yang telah diberikan.
“Saat ini, publik hanya disodorkan informasi bahwa sepanjang tahun 2024, ada 10 Aparatur Sipil Negara di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten yang diberhentikan, tujuh karena pelanggaran berat, dan satu diberhentikan dengan hormat, dan dua dipecat karena tindak pidana, tapi tidak dirinci kasus per kasusnya, terutama untuk mereka yang dipecat. Ini juga menandakan BKD tidak transparan,” katanya.
Hingga berita ini ditayangkan, awak media masih berupaya melakukan konfirmasi kepada Kepala Dinkes Banten, Ati Pramudji Hastuti dan ke pihak Badan Kepagawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten. (GR)