Pengamat Hukum: Keputusan MK dalam Tanggapi Batas Umur Calon Cawapres, itu Bukan Tugas MK

TANGERANG SELATAN, Deliksatu.com – Terkait memasuki tahap pencalonan Presiden sudah dekat, sejak adanya pengajuan batas usia pencalonan Capres-Cawapres di Uji di Mahkamah Konstitusi (MK), sejumlah elit politik tahun ini memasuki babak baru.

Adanya pemohon yang meminta MK menetapkan agar syarat usia Capres/Cawapres diturunkan jadi 35 tahun. Batas maksimal usia Capres-Cawapres 70 tahun. Segera minggu ini akan ada keputusan mengenai Putusan Mahkamah Konstisusi tentang Batas Usia Pencalonan Capres-Cawapres.

Sehubungan hal tersebut, Alumni Universitas Pamulang Fakultas Hukum Prabu Sutisna, SH, ikut berkomentar. Menurutnya, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam hal ini tidak berwenang dalam untuk mengubah suatu Undang-Undang (UU) termasuk soal batas usia Capres-Cawapres dalam UU Pemilu.

“Ini merupakan gugatan yang salah alamat, bahwasanya Mahkamah Konsitusi tidak hanya bisa membatalkan suatu UU apabila hal itu melanggar konstitusional. MK itu adalah sebuah lembaga negative legislator, tidak boleh membuat aturan, jika membuat aturan itu merupakan Kewenangan DPR yang merupakan positif legislator yang bisa membuat norma baru,”ungkap Prabu Sutisna Mantan Ketua Umum Komunitas Peradilan Semu Universitas Pamulang.

Masih menurut Prabu, jika Mahkamah Konstitusi melakukan perubahan terhadap suatu UU ini merupakan Abuse Of Power melebihi kewenangannya sebagai hakim, sesuai penulisan karya ilmiah saya yang dituangkan dalam buku skripsi yang dimana Mahkamah Kontitusi hanya mempunyai kewenangan sebagai negatif legislator, bukan sebagai positive legislator.

“Saya menduga ini ada benang merah, dimana kita mendengar ada sosok Putra sulung Pak Jokowi, Mas Gibran, terkait pencalonan menjadi calon Presiden sudah harusnya hukum tidak boleh di intervensi oleh siapapun baik elit politik ataupun pihak Istana,”ujarnya.

Dikarenakan tahun ini merupakan hajat politik tahun 2024, sangat erat jika kita kaitkan dengan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

“Jangan sampai lembaga MK menjadi tong sampah perkara-perkara politik yang merupakan ranah presiden dan DPR. Ini sebuah kritikan dari anak muda yang menginginkan hukum yang bersih dan berkeadlian,”terang Prabu yang juga Sekretaris Organisasi Sayap PDI Perjuangan Relawan Perjuangan Demokrasi Kota Tangerang Selatan dalam keterangan tertulisnya. (15/10)

Dikhawatirkan, Ketua MK merupakan adik ipar dari Presiden jadi sangat mungkin akan mempengaruhi keputusan MK.

Dalam hal ini MK wajib memutus perkara ini agar marwah MK terjaga dan situasi politik nasional kondusif. Sekaligus menepis citra miring bahwa MK tidak akan ikut melanggengkan politik dinasti keluarga Presiden,”tutupnya

(Glen/Pr)