Dugaan ada Kejanggalan, Kuasa Hukum Pertanyakan Penetapan Tersangka ART yang Meninggal Dunia di Cimone

KOTA TANGERANG, Deliksatu.com – Kasus asisten rumah tangga (ART) berinisial CC yang nekat melompat dari lantai tiga rumah majikannya di kawasan Cimone, Karawaci, Kota Tangerang, kembali menuai perhatian publik.

Peristiwa tragis yang sempat viral beberapa bulan lalu itu kini menimbulkan pertanyaan serius terkait penanganan hukum oleh pihak berwenang.

Tim hukum dari Forum Gabungan Indonesia Tetap Satu (FORGITS) mengkritisi sejumlah kejanggalan dalam proses hukum kasus tersebut. Dalam pernyataan resmi, tim yang terdiri dari Indra Rusmi, SH, MH, CLA; Dwiky Anand Riswanto, SH; Adi Bagus Pambudi, SH; Dennis Husni Thamrin, SH; Kristianto, SH; Bayu Hartanto, SH; dan Dadang, SE, SH, mempertanyakan penetapan Kusnadi, seorang pengemudi ojek online, sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), sementara majikan CC yang diduga melakukan kekerasan belum dijerat hukum.

Kronologi Kejadian

Menurut berita acara pemeriksaan (BAP), CC diketahui mendapatkan pekerjaan melalui sebuah akun Facebook bernama Cicinurhayani. Tawaran kerja datang dari seseorang bernama Putri yang mengarahkan CC kepada Jefry, seorang sponsor di Kalideres, Jakarta Barat. Dari sana, CC ditempatkan di rumah majikannya di Cimone dengan janji gaji Rp 2 juta per bulan.

Namun, realitasnya berbeda. Sejak mulai bekerja pada Desember 2023 hingga April 2024, CC hanya menerima gaji sebagian kecil, yakni Rp 300 ribu pada Januari, Rp 500 ribu pada Februari, tidak digaji pada Maret, dan menerima Rp 3,5 juta pada April. Selain masalah upah, CC mengaku mengalami kekerasan fisik, seperti dipukul dengan sapu dan dijambak oleh majikannya.

Tertekan oleh situasi tersebut, CC akhirnya memutuskan melompat dari lantai tiga rumah majikannya. Sebelum meninggal, CC sempat memberikan keterangan kepada polisi bahwa perlakuan majikan membuatnya merasa tidak tahan dan meminta dijemput oleh penyalur kerja.

Kuasa Hukum Minta Keadilan

Dalam sidang putusan sela di Pengadilan Negeri Tangerang pada Senin (25/11), Tim Kuasa Hukum FORGITS membeberkan lima pihak yang disebut CC terlibat dalam kasus ini. Kelima pihak tersebut adalah Amel, pemilik Yayasan Budi Rahayu; Jefry, sponsor yang menyalurkan korban; Putri, yang diduga membuat KTP palsu; Lidia, majikan yang diduga melakukan kekerasan; dan Cintya, saudara Lidia yang juga disebut terlibat.

“Kami meminta keadilan untuk klien kami yang ditetapkan sebagai tersangka TPPO. Padahal, peran klien kami hanya sebatas mengantar KTP ke ketua RT. Sementara, pihak yang diduga menyebabkan kematian korban belum dijadikan tersangka,” ujar Indra Rusmi, salah satu anggota tim kuasa hukum, Senin (25/11/24).

Desakan Penegakan Hukum yang Adil

Tim hukum FORGITS menilai bahwa fakta-fakta dalam kasus ini, termasuk keterangan saksi dan bukti fisik, sudah cukup untuk menjadikan pihak-pihak terkait sebagai tersangka. Mereka mendesak agar penegakan hukum dilakukan secara transparan dan adil.

“Penanganan kasus ini harus sesuai dengan prinsip keadilan. Kami ingin semua pihak yang terlibat diusut tanpa tebang pilih,” tambahnya.

Kasus ini menjadi sorotan karena mencerminkan lemahnya perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga di Indonesia. Publik berharap keadilan dapat ditegakkan, tidak hanya untuk korban, tetapi juga untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan.

(Glend/red)