Diduga Lakukan Perundungan Terhadap Siswanya, Tiga Guru SMKN 3 Tangsel di Laporkan ke P2TP2A


TANGERANG SELATAN, Deliksatu.com – Telah dilaporkan oleh pelapor S ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan pada Senin (24/10/2022) atas dugaan perundungan terhadap anak berinisial “S” yang bernama A yang dilakukan tiga orang guru SMKN 3 Kota Tangsel.

Tiga orang tenaga pengajar tersebut, masing-masing berinisial R, M, dan S, terlapor dugaan perundungan terhadap siswanya sendiri, yang dilakukan di ruang guru kepada siswa A yang diduga ditengarai sebagai korban.

Berawal dengan pemanggilan siswa ke ruang guru karena siswa tersebut diduga absen dan jarang mengikuti kegiatan belajar mengajar. Sehingga, akibat dari pemangilan tersebut tiga orang guru diduga telah mengucapkan kata-kata yang tidak sepatutnya dilingkup pendidikan, yang mengarah kepada privasi keadaan orang tua siswa.

“Ada kata-kata yang disebutkan antara lain bahwa siswa dablek, gak ada pikirannya gak ada adab, gak ada malunya terus juga ngomongin masalah privasi rumah tangga saya kepada anak. Sejak itu, anak saya hingga hari ini sudah tidak mau bersekolah di sekolah tersebut akibat malu dan takut, dan seolah sudah di intimidasi,” kata S, orang tua korban.

Atas pemanggilan siswa A tersebut, maka sepulang sekolah, A mengadu kepada orang tuanya atas perlakuan tiga tenaga pendidik tersebut.

Atas kejadian itu, S langsung melaporkan kejadian tersebut ke P2TP2A, karena menurutnya sudah membawa dampak psikis terhadap anaknya sehingga anaknya takut untuk kembali bersekolah karena malu.

Dan “S” orang tua siswa telah melakukan mekanisme tahapan pelaporan Standar Operasional Prosedur yang ada di P2TP2A yang mengacu kepada aturan hukum serta mekanisme, antara lain:

1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

2. Peputusan Presiden Nomor 163 Tahun 2000 tentang pengkoordinasian dan penggerakan upaya-upaya pembangunan di bidang pemberdayaan perempuan dan kesejahteraaan dan perlindungan anak.

3. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

4. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

5. Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.

6. Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.

Selain itu, berita acara pemeriksaan terhadap anak sebagai pelapor oleh pihak psikolog dari P2TPA Kota Tangsel, serta pemeriksaan terhadap tiga orang guru di SMKN 3 dan sekaligus sosialisasi terhadap perundungan sudah dilakukan pada Rabu (26/10/2022) ke sekolah.

Sementara itu, Rizky Satria Indraprasta, S.H selaku penasehat hukum dari keluarga “S” mengatakan, “Bullying (perundungan) verbal tentu saja dapat menimbulkan rasa sakit hati dan memungkinkan terjadinya beban mental hingga depresi.

Sehingga dengan UU No 35 tahun 2014 atas perubahan terhadap UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 1 ayat 15a, bullying dikatakan sebagai kekerasan di mana setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum”.

“Perundungan apapun, baik secara fisik, verbal ataupun sosial masuk ke dalam kategori kekerasan dalam UU Perlindungan Anak,”kata Rizky.

Pelaku bullying verbal dapat ancaman pidana sesuai pasal 80 yang menyatakan setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, akan dipenjara paling lama tiga tahun enam bulan dan atau denda paling banyak Rp 72.000.000; ” tegasnya.

Dalam hal ini, orang tua siswa dalam waktu dekat berencana akan melakukan upaya hukum secara pidana dengan pendampingan P2TP2A, sehingga untuk menimbulkan efek jera terhadap tenaga pendidik sehingga dikemudian hari tidak akan terjadi lagi dan tidak akan ada lagi korban-korban perundungan lainnya.

(SMN/red)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *